Pilihan +INDEKS
Gelar Diskusi Kebudayaan, Ratusan Peserta Penuhi Beskem KSB Rumah Sunting
PEKANBARU (Sunting.co.id) - Komunitas Seni Budaya (KSB) Rumah Sunting menggelar Diskusi Kebudayaan tentang Ritual Khusus (Ritus) Semah Rantau yang berada di Rantau Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar. Lokasi ini merupakan jantung kawasan SM Rimbang Baling. Kegiatan yang dilaksanakan di basecamp KSB Rumah Sunting Jalan Tigasari Tangkerang Selatan, Pekanbaru ini, diikuti ratusan peserta dan undangan.
Ketua sekaligus pembina KSB Rumah Sunting, Kunni Masrohanti, menyebutkan, Diskusi Kebudayaan dengan tema Semah Rantau; Ritual Khusus yang Hampir Hilang di Batang Subayang tersebut menjadi program pilihan Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) Balai Pelestarian Kebudayaan Kemendikbudristek RI tahum 2024 tahap I. Pada malam itu, Jauhar Mubarok, perwakilan BPK Wilayah IV juga hadir.
"Terimakasih BPK Wilayah IV yang memilih dan mendukung kami sebagai salah satu penerima bantuan FBK tahap I tahun ini sehingga Diskusi Kebudayaan ini bisa terselenggara. Terimakasih kepada undangan dan peserta yang hadir dan terimakasih kepada seluruh keluarga besar KSB Rumah Sunting yang bahu membahu sehingga diskusi ini bisa terlaksana," kata Kuni.
Semah Rantau sebagai ritus di Rantau Kampar Kiri khususnya di Sungai Subayang, sambung Kunni, sangat perlu untuk dijadikan bahan perbincangan mengingat, situs ini sudah hampir hilang. Bukan hanya diperbincangkan tapi dicarikan solusi, dirawat bersama, diperhatikan secara utuh agar bisa dipertahankan, bahkan bisa jadi sumber ekonomi kreatif bagi masyarakatnya.
"Mengapa harus Semah Rantau judul diskusi yang kami pilih, karena ritus ini sudah jarang dilakukan. Dari sembilan desa di Batang Subayang, saat ini hanya Kenegerian Malako Kociak Desa Tanjung Beringin saja yang masih melaksanakan. Padahal ritus ini bukan hanya persoalan kekayaan kearifan lokal, tapi juga sebegai praktik kebudayaan yang sudah turun temurun sejak ratusan silam dan dampaknya adalah harmonisasi antara masyarakat dengan alam semesta," sambung Kunni.
Perempuan yang bersama Rumah Suntingnya sedang melakukan pendampingan seni budaya di desa-desa di Batang Subayang ini, juga menjelaskan, bahwa, Semah Rantau adalah bentuk lain dari dialog antara manusia dengan alam.
Pemotongan kerbau yang dilanjutkan dengan ziarah makam Datuk Pagar atau sosok yang dianggap bisa berdialog dengan harimau adalah simbol hubungan damai antara masyarakat dengan harimau
sebagai penguasa darat. Begitu pula pelarungan kepala kerbau ke dalam sungai di batas rantau juga merupakan simbol hubungan damai antara masyarakat dengan buaya.
"Mau seperti apa kisah akhir Semah Rantau ini, tergantung kita menjaga, merawat dan melestarikannya. Makanya kami menghadirkan pelakunya langsung dari Rantau Kampar Kiri ke sini untuk bisa menceritakan bagaimana perjuangan mempertahankan ritus ini," lanjut Kunni.
Kunni berharap tiga narasumber yang dihadirkan dapat membuka lebih luas pandangan para peserta dalam upaya pewarisqn dan pelestarian ritus tersebut. Narasumber tersebut yakni Falozen selaku pelaku Semah Rantau sekaligus budayawan Rantau Kampar Kiri, DR Bambang Kariyawan selaku sastrawan dan akademisi dan Taufiq Yendra Pratama selaku seniman.
Jauhar Mubarok selaku perwakilan BPK Wilayah IV mengucapkan terimakasih dan selamat atas terselenggaranya Diskusi Kebudayaan tersebut.
"Saya datang menjalankan tugas monitoring serta memastikan kegiatan ini memang dilaksanakan. Kami berharap Semah Rantau sebagai ritus yang terancam hilang bisa sama-sama kita lestarikan dengan membuka ruang-ruang diskusi seperti yang dilakukan Rumah Sunting ini," katanya.
Antusiasme Peserta
35 peserta dan sekitar 35 undangan yang hadir, mengikuti diskusi dengan hangat. Peserta berasal dari berbagai komunitas yang sebagian besarnya sudah pernah ke Batang Subayang. Baik komunitas seni, budaya dan juga konservasi.
Antusias untuk mengikuti kegiatan ini juga muncul dari para undangan, antara lain, Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi, Disbudpar Kampar, Kerajaan Rantau Kampar Kiri, Balai Bahasa Riau, Yayasan Pendidikan Konservasi Indonesia (Yapeka), FTBM Riau, BBKSDA Riau, Majelis Sastra Riau (MSR), Dewan Kesenian Riau (DKR), Dewan Kesenian Kampar (DKK), U-Forty Indonesia, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispersip) Riau, Dispersip Kota Pekanbaru, Green Radio dan beberapa media massa lainnya.
Saling tanya, saling berbagi solusi dan pemikiran cemerlang tentang pewarisan dan pelestarian Semah Rantau, disampaikan hampir setiap komunitas. Hujan hingga gerimis yang turun hampir di sepanjang kegiatan tidak menyurutkan semangat seluruh hadirin.
Diskusi malam itu menimbulkan pertanyaan dari peserta apakah Semah Rantau sudah menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Riau?. Pertanyaan ini langsung dijawab Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Kabupaten Kampar Hafis Lindra yang malam itu hadir bersama rombongan.
"Sampai hari ini Semah Rantau belum masuk sebagai WBTB. Tapi, tahun depan akan kami usulkan dan kami meminta dukungan dari kawan-kawan semua termasuk Rumah Sunting dengan kajian dan tulisan-tulisannya " jelas Hafis Lindra.
Kajian dan Rekomendasi untuk Semah Rantau
Sebelum memasuki sesi diskusi yang dipandu Siti Salmah selaku noderator, tim kajian Rumah Sunting memaparkan terlebih dulu hasil kajian yang sudah dilakulan sebelum diskusi itu. Hasil kajian ini disampaikan Sekretaris Rumah Sunting Muhammad Ade Putra perwakilan salah satu tim kajian Rumah Sunting.
Usai diskusi Muhammad Ade Putra tetap menyimak seluruh masukan, saran dan tanggapan dari narasumber, undangan dan peserta diskusi yang kemudian dicatat fan dibacakan di ujung diskusi sebagai rekomendasi dari hadil diskusi tersebut.
Lima Sudut Panggung
Halaman beskem Rumah Sunting yang menjadi satu dengan Kafe Cahaya Nona selaku supported kegiatan Diskusi Kebudayaan, malam itu pun berubah jauh dari biasa. Ada lima sudut panggung saling berkaitan makna dan filosofi yang dibuat tim Rumah Sunting.
Disebutkan Kunni dalam sambutannya, sudut pertama adalah pojok belakang rumah nelayan yang dilengkapi dengan kurungan ayam. Kemudian sudut nelayan lengkap dengan jaring dan tangguk, sudut utama sebagai panggung utama yakni piyau berkajang kain, sudut terkini yakni infokus fan aksesoris zaman sekarang serta sudut makam Datuk Pagar.
Inilah Hasil Rekomendasi Diskusi Kebudayaan KSB Rumah Sunting Tahun 2024:
1. Mendukung upaya pelestarian Semah Rantau sebagai ritus masyarakat telah yang telah lama diinisiasi oleh generasi pendahulu. Dengan pelestarian kebudayaan ini, masyarakat akan selalu menjaga harmonisasi antara manusia dan alam dengan hakiki.
2. Memasukkan Semah Rantau pada Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kampar dan mendukung penetapan Semah Rantau sebagai Warisan Budaya TakBenda, upaya pemajuan kebudayaan hadir sebagai bentuk kesadaran akan pentingnya pembangunan kebudayaan di Kabupaten Kampar.
3. Mengkampanyekan eksistensi Semah Rantau melalui media sosial, melakukan kajian ilmiah terhadap Semah Rantau dan menyemarakkan residensi kebudayaan di Tanjung Beringin.
4. Menjaga Semah Rantau sebagai warisan kebudayaan Rantau Kampar Kiri Gunung Sahilan yang berkaitan erat dengan konservasi alam.
[ Ikuti Sunting.co.id ]
Berita Lainnya +INDEKS
Datuk Besar Dinobat, Raja Rantau Kampar Kiri: Jalankan Amanah Dengan Baik
KAMPAR (Sunting.co..id) - H Raylus bersuku Melayu Darat dinobatkan sebagai Datuk Besar Van Kampar.
Disbudpar Kampar Segera Masukkan Iven Pokan Malako Kociak Dalam Kalender Pariwisata Kampar
KAMPAR (Sunting.co.id) - Masyarakat Kenegerian Malako Kociak Desa Tanjung Bering.
Tanjung Beringin Panen Ikan Lubuk Larangan, Barau yang Jadi Rebutan
KAMPAR (Sunting.co.id) - Masyarakat Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Kampar Kiri.
Sepuluh Grup Randai Semarakkan Hari Pers Nasional di Riau
TELUKKUANTAN (Sunting.co.id) - Menyemarakkan Hari Pers Nasional (HPN) ting.
Masyarakat Dusun V Lubuk Ulek Tangkap Ikan Sungai Larangan
ROHUL (Sunting.co.id) - Dusun V Lubuk Ulek, Desa Cipang Kiri Hulu, Ke.
Kemendikbudristek Salurkan Bantuan Bidang Kebahasaan dan Kesastraan
JAKARTA (Sunting.co.id) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknolo.