Pilihan +INDEKS
Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Kunni: Industri Ekstraktif Memperdalam Kerentanan dan Kekerasan Terhadap Perempuan
PEKANBARU (Sunting.co.id) - Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) diperingati setiap tahun sejak 25 November bertepatan dengan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, hingga 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM). Tahun ini, Komnas Perempuan mengangkat seruan “Kita Punya Andil: Kembalikan Ruang Aman untuk Semua Perempuan”. Seruan itu memperjelas bahwa kekerasan yang dialami perempuan berasal dari berbagai situasi, tak terkecuali di sektor sumber daya alam.
Salah satu akar kekerasan yang dialami perempuan di sektor sumber daya alam adalah adanya ketimpangan penguasaan sumber-sumber alam. Data WALHI Riau menyebutkan bahwa 55,48% daratan Riau telah dikuasai perizinan industri ekstraktif berupa perkebunan sawit, akasia, dan tambang. Hal ini membuat masyarakat, termasuk perempuan terpinggirkan dalam mengakses tanah sebagai sumber kehidupan.
Di sisi lain, tingginya aktivitas ekstraktif sejalan dengan banyaknya kerusakan lingkungan dan deforestasi. Di situasi ketika lingkungan rusak dan ruang hidup dirampas, perempuanlah yang akhirnya harus menanggung beban berlapis: kekerasan ekologis, ekonomi, psikis, hingga kriminalisasi ketika bersuara.
Kunni Masrohanti, Dewan Daerah WALHI Riau menyebut dampak tersebut terlihat di berbagai wilayah di Riau. Di Pulau Mendol (Pelalawan) misalnya, masyarakat masih menunggu kepastian redistribusi tanah setelah HGU PT TUM dicabut. Di Pulau Rupat, daratan pulau ini dikuasai oleh Hutan Tanaman Industri (HTI) dan ekspansi perkebunan kelapa sawit.
Keberadaan aktivitas industri ini jelas menambah kerentanan Pulau Rupat sebagai pulau kecil. Salah satu perusahaan HTI di pulau ini yaitu PT Sumatera Riang Lestari juga merampas ruang hidup masyarakat. Di Rokan Hulu, wilayah adat menyempit akibat masifnya izin perkebunan dan pertambangan, memukul perempuan adat yang bergantung pada hutan dan tanah untuk keberlangsungan budaya dan penghidupan mereka. Ketiga wilayah ini menunjukkan pola serupa: ruang hidup dirampas, perempuan terdampak paling berat.
”Kerentanan perempuan semakin berlapis ketika lingkungan rusak dan ruang hidup dirampas, terutama bagi perempuan adat, perempuan miskin, perempuan desa, dan perempuan pembela lingkungan. Mereka mengalami kekerasan ekologis, ekonomi, psikis, hingga kriminalisasi ketika bersuara. Karena peran perempuan sangat dekat dengan air, pangan, kesehatan keluarga, dan adat, setiap kerusakan lingkungan langsung menjadi beban yang mereka tanggung,” jelas Kunni.
Salah satu dampak nyata ketimpangan akibat dominasi industri ekstraktif di Provinsi Riau adalah di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Berdasarkan analisis spasial WALHI Riau, ada sembilan perusahaan tambang yang memegang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dengan total luas 4.646,14 ha di Kabupaten Inhil. Dua di antaranya, yaitu PT Bara Prima Pratama dan PT Bara Batu Ampar Prima yang hingga saat ini masih beraktivitas menambang Batu Bara.
Henriyanti, salah satu perempuan Desa Batu Ampar menyampaikan, sedari awal perusahaan ini tidak ada sosialiasi kepada masyarakat. Akibat aktivitas tambang, perempuan Batu Ampar kehilangan sumber air bersih. Sungai Reteh yang selama ini menjadi tempat mereka mengambil air minum, mandi, dan mencuci kini tercemar berat. Saat hujan deras, lubang galian tambang longsor dan airnya masuk ke sungai.
“Dampak paling berat dirasakan oleh perempuan, karena kamilah yang menanggung beban menyediakan air untuk keluarga, menjaga kesehatan anak, dan memastikan kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Ini bukan sekadar kerusakan lingkungan; ini adalah bentuk kekerasan langsung terhadap tubuh dan kehidupan perempuan di Batu Ampar,” ujar Henriyanti.
Sri Depi Surya Azizah, Staf WALHI Riau menjelaskan, perampasan yang dialami perempuan dipengaruhi oleh praktik kapitalisme dan sistem patriarki yang saling menguatkan. Kapitalisme selalu menempatkan alam sebagai komoditas yang dapat dieksploitasi tanpa batas, sehingga mengabaikan kerentanan ekologis serta keberlangsungan ruang hidup masyarakat.
Di sisi lain, patriarki meminggirkan peran, pengetahuan, dan suara perempuan dalam pengelolaan lingkungan, sekaligus menempatkan perempuan pada posisi yang rentan dalam relasi kuasa, termasuk dalam akses terhadap tanah, air, dan sumber penghidupan lainnya. Ketika dua sistem ini saling menguat, justru kerusakan lingkungan dan kekerasan terhadap perempuan kerap terjadi.
“Perempuan dan lingkungan tidak dapat dipisahkan. Keduanya adalah satu sistem yang saling hidup: ketika lingkungan dirusak, tubuh perempuan ikut dirusak; ketika ruang penghidupan perempuan semakin sempit, maka perempuan kehilangan ruang amannya,” ujar Depi.
WALHI Riau juga mendesak negara agar mengakhiri kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi kepada para pejuang lingkungan dan HAM yang juga banyak dialami oleh perempuan. Salah satunya Adetya Pramandira atau Dera, aktivis WALHI Jawa Tengah. WALHI Riau mengajak publik untuk bersolidaritas dan memperjuangkan keadilan gender dan keadilan ekologis secara simultan. Hal ini sejalan dengan seruan WALHI, “Tidak Ada Keadilan Ekologis Tanpa Keadilan Gender”. (rls/*)
[ Ikuti Sunting.co.id ]
Berita Lainnya +INDEKS
Gelar Diskusi Publik dan Bedah Buku, Walhi Riau Bicara Kekuatan Perempuan Melawan Industri Ekstraktif
PEKANBARU (Sunting.co.id) – Walhi Riau memperingati Hari Anti Kekerasan Terhad.
Muslimat NU Riau Gelar Rapat Pleno, Dinawati Berharap Pengurus Lebih Berdedikasi
PEKANBARU (Sunting.co.id) - Pengurus Wilayah (PW) Muslimat NU Riau menggelar Rap.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan BEM Unri Gelar Diksi Nasional
PEKANBARU (Sunting.co.id) – Kementerian Pemberdayaan Perempuan Badan Eksekutif.
Dr. Marhamah Terpilih Sebagai Ketua Perhimpunan Perempuan Melayu Pekanbaru
PEKANBARU (Sunting.co.id) - Dengan semangat kebersamaan, akhirnya terbentuk Perh.
Urus Banjir ke Kemensos, di Hadapan Perempuan LAM Riau Sewitri Minta Didoakan
PEKANBARU (Sunting.co.id) – Perempuan Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau menggelar.
Ibu-Ibu IKWI Kunjungi Istana Siak, Komet dan Cermin Jadi Incaran
SIAK (Sunting.co.id) - Musik klasik karya Mozart mengalun saat pegawai Istana Si.







