Pilihan +INDEKS
Serunya Festival Hammock 2025 Bersama Laskar Penggiat Ekowisata Riau
KAMPAR (Sunting.co.id) - Sabtu dan Minggu, tepatnya 13 dan 14 Desember 2025, puluhan anak muda mengikuti kegiatan kemping yang digelar Laskar Penggiat Ekowisata (LPE) Riau. Tapi ini bukan kemping biasa. Bukan tidur, makan dan bercerita di tenda kemping seperti biasa, tapi di atas hammock. Seperti sarang lebah yang bergelantungan di atas pohon, seperti itulah aktivitas mereka. Sangat seru.
Hutan Adat Imbo Putui. Hutan Adat inilah yang dipilih panitia sebagai lokasi kegiatan Festival Hammock 2025. Lokasinya terletak di Desa Petapahan, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, terletak sekitar 1 jam dari Kota Pekanbaru. Berada di tepi Sungai Petapahan yang mengalir jernih dan di antara pohon-pohon yang menjulang tinggi. Puluhan hammock diikat dengan kuat di antara pepohonan. Warna-warni. Tinggi hingga tingkat 12.
Di bawah pohon puluhan hammock yang sudah terpasang rapi, panitia mempersiapkan tempat berkumpul sederhana. Terpal yang dibentang lebar, dan panggung kecil serta beberapa meja dan kursi outdoor. Di sebelahnya lagi, ada satu tenda pleton besar serta puluhan tenda dome yang sengaja dipersiapkan sebagai antisipasi jika hujan lebat datang tiba-tiba.
‘’Semua kegiatan Festival Hammock dilaksanakan di atas hammock. Tidur, makan, diskusi semuanya dilaksanakan di atas hammock, tapi karena sekarang musim hujan, panitia juga mempersiapkan tenda dome bahkan tenda pleton sebagai titik kumpul jika hujan mengguyur tiba-tiba,’’ ungkap Ketua Panitia Yanda Rahmanto.
Panitia yang tidak hanya dari LPE Riau, tapi juga melibatkan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan Lembaga Pengelola Hutan Adat (LPHA) Imbo Putui itu telah melakukan persiapan sejak dua minggu sebelumnya. Mulai dari survei lokasi dan mempersiapkan berbagai keperluan. Jumat pagi, panitia mulai memasang hammock, tenda, dan semua perlengkapan serta menginap di sana untuk mitigasi cuaca.
‘’Ini bukan Festival Hammock yang pertama, tapi yang keempat. Pertama dilaksanakan tahun 2016 di hutan Buluhcina. Festival kedua tahun 2017 juga di hutan Buluhcina. Selanjutnya terhenti karena Covid dan aktif lagi tahun 2024 festival ketiga juga di hutan Buluhcina, dan sekarang festival ke empat di Hutan Adat Imbo Putui. Alhamdulillah peserta hampir 100 orang dari berbagai kabupaten di Riau. Panitia juga melibatkan masyarakat tempatan. Semoga mimpi menjaga hutan secara bersama-sama dengan mengajak masyaralat luas, mulai dengan menumbuhkan pohon-pohon dengan menanam hingga turut melestarikannya akan terwujud,’’ harap Koordinator LPE Riau Muhammad Aprianda..
Nanda yang merupakan panggilan akrab Muhammad Aprianda, juga menjelaskan, Festival Hammock tahun ini diwarnai dengan berbagai kegiatan. Mulai dari diskusi santai tentang festival, hutan dan lingkungan, nonton film lingkungan, sharing community, panggung ekspresi, jelalah hutan adat hingga penanaman pohon.
‘’Menanam pohon, menanam kehidupan. Ini tagline kami. Makanya, penanaman pohon dan berbagai kegiatan kita sajikan untuk peserta. Semoga menjadi pengetahuan dan pengalaman baru. Semoga menjadi semangat untuk bersama-sama melestarian Hutan Adat yang pasti juga berdampak bagi masyarakat adatnya,’’ sambung Nanda yang juga Direktur Union Adventure.
LPE Riau merupakan salah satu Organisasi Anggota (OA) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau dari 12 OA yang ada di Walhi. Maka, kegiatan ini dihadiri juga oleh OA Walhi Riau yang lain, Eksekutif Daerah Walhi Riau Eko Yunanda hadir sebagai nara sumber diskusi didampingi seluruh stafnya. Acara ini sendiri dibuka daa ditutup oleh Dewan Daerah Walhi Riau, Kunni Masrohanti yang juga salah satu pendiri LPE Riau.
‘’Walhi Riau mengucapkan terimakasih kepada LPE yang sudah berkerja keras melaksanakan Festival Hammock 2025 yang juga merupakan salah satu cara mengajak masyarakat untuk bersama-sama menjaga hutan dan melestarikannya. Dengan cara berwisata dengan basis lingkungan, kampanye menjaga hutan akan lebih mudah diterima, khususnya anak-anak muda seperti peserta yang hadir hari ini. Menjaga hutan, berarti menjaga pohon. Sekali lagi tahniah LPE apalagi kegiatannya banyak, ada menanam pohonnya juga. Terimaksih LPHA dan Pokdarwis yang sudah menerima keluarga besar Walhi Riau sehingga kegiatan ini bisa dilaksanakan di Hutan Adat Imbo Putui. Terimakasih kepada seluruh peserta dan tetaplah bersama LPE Riau,’’ kata Kunni.
Disambut Tokoh Adat Setempat
Sebelum pembukaan dilaksanakan, kedatangan puluhan peserta dengan kendaraan pribadi baik roda empat atau dua, disambut Koordinator LPE, ketua panitia pelaksana, tokoh masyarakat setempat yang juga Ketua Lembaga Pengelola Hutan Adat (LPHA) Imbo Putui Said Fuzan Tas’ad yang akrab disapa Bang Bren beserta anggota serta Ketua Pokdarwis Said Afrizal beserta anggota.
‘’Kami mengucapkan selamat datang kepada seluruh peserta Festival Hammock 2025 di Hutan Adat Imbo Putui. Terimakasih, selamat bersenang gembira, belajar di alam dan tetap patuhi aturan-aturan adat yang ada,’’ pesan Bang Bren.
Usai penyambutan, peserta diarak menuju lokasi diskusi dan hammock yang berada persis tepi sungai kecil. Di atas terpal biru, di depan panggung kecil dengan kursi dan meja outdoor untuk para nara sumber, peserta duduk dan bersiap mendengarkan diskusi tersebut.
Diskusi Santai
LPE Riau mennghadirkan tiga nara sumber diskusi. Mereka adalah Direktur Walhi Riau Eko Yunanda, Manager Program Paradigma Fandi Rahman dan Ketua LPHA Imbo Puui Bang Bren. Diskusi dipandu Direktur Salmah Creative Writing (SCW) Siti Salmah. Sedangkan berjalannya acara sejak kedatangan peserta hingga akhir, dipandu oleh Nurdiana Jessica.
Dalam paparannya, Ketua LPHA membeberkan kondisi Hutan Adat Imbo Putui yang saat ini luasnya 241 ha. Pada awalnya Imbo Putui memiliki luas 408 ha, tapi kemudian dikuasi oleh perusahaan 167 ha. Masyarakat setempat sudah berusaha mengambil kembali lahan yang diambil perusahaan tersebut, tapi hasilnya sia-sia.
‘’Sampai kapanpun kami akan mempertahankan hutan ini. Alhamdulillah sekarang sudah menjadi Hutan Adat yang di-SK-kan oleh Mentri Kehutanan sehingga tidak ada siapapun yang bisa mengambil. Kami sudah berusaha mengambil lahan yang dikelola perusahaan, tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Yang tersisa inilah yang harus dijaga, diletasrikan dan diharapkan berdampak secara ekonomi bagi masyarakat. Makanya menjadi tempat wisata alam,’’ kata Bang Bren.
Direktur Walhi Riau, Eko Yunanda, pada kesempatan tersebut menegaskan pentingnya proses pewarisan antar generasi agar hutan yang diperjuangkan, dipertahankan dan dikelola orang-orang tua sebelumnya bisa dipertahankan dan dijaga juga oleh generasi berikutnya, khususnya Hutan Adat Imbo Putui.
‘’Hutan yang dijaga, dipertahankan dan dikelola oleh orang-orang tua kita, juga harus bisa dilihat, dinikmati, dirasakan oleh kita, oleh generasi berikutnya. Maka wajib bagi kita menjaga dan melestarikannya supaya ada keadilan antar generasi,’’ kata Eko.
Sementara itu, Fandi membeberkan tentang Hutan Adat sebagai pendingin bumi. Ia
menyoroti kesalahan persepsi yang sering terjadi: melihat hutan hanya sebagai objek visual yang 'instagramable'.
"Kita datang ke sini mencari udara sejuk karena di kota suhu makin panas ekstrem. Tapi kita sering lupa, kesejukan itu ada karena hutan ini bekerja keras menyerap karbon. Setiap batang pohon di Imbo Putui adalah mesin penyerap emisi. Jika hutan ini hilang, kita bukan hanya kehilangan tempat wisata, tapi kita kehilangan perisai menghadapi bencana iklim,’’ tegas Fandi.
Nonton Film dan Panggung Ekspresi
Sore itu, setelah diskusi tentang ekowisata dan Hutan Adat yang dilaksanakan di tempat terbuka, bahkan peserta sempat mandi-mandi sungai, langit tiba-tiba gelap. Panitia yang sedang sibuk mempersiapkan acara malam, termasuk nonton film, mengubah posisi dari luar ke dalam tenda pleton.
Usai maghrib, makan malam, panitia mengimbau seluruh peserta untuk segara masuk ke tenda utama. Kegiatan selanjutnya adalah nonton film tentang masyarakat adat Auku Sakai berjudul Rampas. Dalam suasana mendung hingga hujan, bahkan air pun perlahan masuk dalam tenda pleton, acara dari nonton hingga sharing community berjalan dengan khidmat.
Usai nonton langsung dilanjutkan dengan panggung ekspresi. Ada syair dari tim KSB Rumah Sunting, pembacaan puisi dari mahasiswa kehutanan Unri dan ketua panitia Yanda Rahmanto serta lagu-lagu gembira oleh peserta dari komunitas yang lain. Suasana menjadi lebih karib dan ekspresif.
Sharing Community
Kegiatan dilanjutkan dengan sharing community yang dipandu Ibnu Khalid dan Kunni Masrohanti. Keduanya merupakan pendiri LPE Riau. Dalam sesi sharing inilah peserta merespon film yang ditonton, perkenalan komunitas hingga saran-saran untuk pengelolaan Imbo Putui agar ke depan lebih baik. Acara malam itu juga dihadiri oleh LPHA dan Pokdarwis. Ada 7 poin penting dari tanggapan peserta tentang Imbo Putui selama sharing berlangsung.
Poin tersebut yakni:
1.Arsitektur pembangunan atau pengelolaan kawasan Imbo Putui sangat penting, karena di sanalah identitas.
2. Nama-nama pohon ditempel di setiap pohon khususnya di lokasi kemping, tong sampah dimaksimalkan, begitu juga dengan kamar mandi dan fasilitas lain.
3. Pengelola berkerja sama dengan NGO atau kelompok lain untuk wisata yang lebih maksimal. Misalnya membuka program atau paket wisata satu hari menjadi penjaga hutan adat wisata sekaligus sebagai upaya mengenalkan kepada orag luar tentang keanekaragaman hayati di Imbo Putui, termasuk memperkenalkan apa yang paling ikonik di dalam imbo tersebut.
4. Semua generasi harus melek dengan persoalan ekologi
5. Imbo Putui sebagai tempat belajar, sebagai aumber inspiraai bagi para pekerja seni dalam melahirkan karya-karyanya. Perlu pengembangan seni budaya untuk masyarakat yang nantinya bisa diperlihatkan kepada wisatawan yang datang
6. Generasi muda harus menjaga hutan, harus peka. Bencana sumatera adalah pelajaran bagi semua
7. Kerifan lokal, cerita-cerita rakyat perlu dihidupkan kembali untuk melindungi Imbo Putui, mengingat kawasan ini terancam, tinggal sedikit dan sekelilingnya adalah sawit.
Jelajah Imbo dan Tanam Pohon
Hari kedua atau Minggu pagi, kegiatan dilaksanakan dengan menjelajahi Hutan Adat Imbo Putui. Letaknya cukup jauh dari lokasi kemping, melewati jalan raya perkampungan, bahkan peserta harus dilangsir dengan menggunakan mobil. Setelah beberapa menit, mobil berhenti dan peserta berjalan kaki sekitar 200 meter menuju titik yang dituju, yakni pohon kulim besar dan tinggi. Jalan setapak cukup bagus, terlihat beberapa batu bata yang sudah tidak tersusun rapi di sepanjang jalan tersebut.
Sesampainya di titik yang dituju, peserta diajak membentangkan tangan mengelilingi pohon dan berswafoto agar keistinewaan pohon kulim besar itu serta Hutan Adat Imbo Putui terabadikan. Saking besarnya, pohon ini bisa dikelilingi oleh belasan orang dengan membentangkan tangan mereka.
Kata Ketua Pokdarwis, Said Afrizal atau yang akrab disapa Ejak yang mendampingi langsung perjalanan tersebut, pohon-pohon besar dalam imbo tersebut telah diberi nama. Mulai dari nama latin, Indonesia hingga nama lokal atau bahasa kampung. Nampak nama-nama itu tertempel di pohon dalam bentuk seng berwarna hijau, sedangkan tulisan berwarna putih.
‘’Dulu jalan menuju sampai ke pohon besar ini dalam bentuk bata atau semacam paving blok, tapi sudah rusak, hanya tinggal sisa-sisa saja. Meski begitu, kondisi jalan cukup aman dan nyaman untuk semua usia,’’ katanya.
Peserta kemudian kembali ke lokasi kemping setelah berhenti sejenak di pintu masuk lokasi dan berfoto bersama. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan menanam pohon durian oleh masing-masing komunitas tidak jauh dari lokasi kemping, tepatnya di dekat tiga kolam. Memang, lokasi kemping ini cukup terbuka dan perlu ditanami pihon kembali.(*)
[ Ikuti Sunting.co.id ]
Berita Lainnya +INDEKS
Banyak Manfaat, Masyarakat Rimbang Baling Minta Program ITHCP Dilanjutkan
KAMPAR (Sunting.co.id) - Masyarakat yang tinggal di kawasan Suaka Margasat.
Air Terjun Lubuk Batang, Hidden Gem yang Mulai Ditinggalkan
PANGKALAN (Sunting.co.id) - Sempat viral di tahun 2018 dan banyak didatangi wisa.
Tim Ekobudpar Kerajaan Rantau Kampar Kiri Gali Potensi Sumber Air Panas di Gunung Sahilan
KAMPAR (Sunting.co.id) - Tim Ekonomi, Budaya dan Pariwisata (ekobudpar) Kerajaan.
Majukan Sektor Ekonomi Kreatif, PHR Bersama STP Gali Potensi Pariwisata Riau
PEKANBARU (Sunting.co.id) &nd.







