Kanal

WALHI Riau Tagih Komitmen Perlindungan Negara Terhadap Pembela HAM

PEKANBARU (Sunting.co.id) - Tanggal 7 September ditetapkan sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Tanggal ini bertepatan dengan hari meninggalnya Munir Said Thalib dalam perjalanan menuju Amsterdam. Ia meninggal dua jam sebelum mendarat di tujuan.

Berpulangnya Munir secara janggal meninggalkan misteri. Dalang pembunuhannya gagal diungkap hingga saat ini. Guna mengenang perjuangan Munir sebagai pembela HAM, 7 September tanggal berpulang Munir ditetapkan sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM.

Hari tersebut juga menjadi simbol mengingatkan negara, bukan saja kasus Munir yang belum terungkap, tapi banyak peristiwa pelanggaran HAM lain dan insiden keamanusiaan yang mengancam perjuangan para Pembela HAM di Indonesia.

“WALHI Riau mencatat kekerasan terhadap Pembela HAM hingga saat ini masih terus terjadi. Kekerasan fisik hingga digital mewarnai perjuangan para pembela HAM. Bahkan adanya norma perlindungan terhadap pembela HAM yang masuk dalam kategori pejuang lingkungan hidup sebagaimana disebut Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) belum mampu diterapkan secara maksimal dalam praktiknya. Negara belum menerbitkan aturan dan pedoman dalam pelaksanaan ketentuan ini,” sebut Fandi Rahman Manajer Akselerasi Wilayah Kelola Rakyat WALHI Riau.

Eko Yunanda, Manajer Pengorganisasian dan Keadilan Iklim WALHI Riau menyinggung persoalan pemenuhan HAM dalam konteks keadilan iklim. Hal ini dapat dilihat dari beberapa praktik baik yang dirusak oleh kebijakan negara yang melegalisasi aktivitas industri ekstraktif.

“Masyarakat yang melindungi tanah dan sumber kehidupannya sangat rentan terhadap pelanggaran HAM. Di satu sisi, mereka yang berpraktik baik dalam pengelolaan lingkungan hidup merasakan dampak buruk dari perubahan iklim. Praktik buruk yang melepaskan dan memproduksi emisi karbon, mengakibatkan masyarakat pesisir menghadapi dampak naiknya permukaan air laut dan lainnya. Di sisi lainnya, praktik baik masyarakat digerus oleh legalitas penerbitan izin industri ekstraktif. Mereka kehilangan daulat dan legalitas atas sumber penghidupannya. Bahkan, tidak jarang digusur atas nama pembangunan. Contohnya, nelayan Rupat yang menjaga laut harus diganggu kehidupannya oleh keberadaan izin tambang,” sebut Eko.

WALHI Riau melihat persoalan pelanggaran dan perlindungan terhadap pembela HAM merupakan hal yang krusial. Negara harus didesak untuk memposisikan dirinya berpihak pada kepentingan rakyat dan lingkungan hidup.

“Momentum peringatan Hari Perlindungan Pembela HAM jangan diposisikan sekedar momentum peringatan hari berpulangnya Munir. Tokoh ini akan jauh lebih senang apabila hari ini dijadikan momentum bagi negara untuk memperlihatkan keseriusannya dalam merumuskan berbagai produk hukum yang menegaskan perlindungan kepada Pembela HAM. Dan sekaligus memastikan rakyat mendapatkan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tidak boleh ada lagi penggusuran dan kekerasan yang dihadapi petani dan kelompok marjinal lain atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,” tutup Fandi.
Narahubung.(*)

Ikuti Terus Sunting.co.id

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER