Puisi Eko Ragil Ar-Rahman

Ahad, 24 April 2022

Eko Ragil Ar-Rahman

Doa Meutia

Tidak
Aku tahu waktu-waktu ini akan datang
Untuk sebentar, aku ingin lagi memegang tanganmu
selain dari bilah Rencong yang kau tinggal
lama ini

“Rumah kita rindu kebebasan, tangis agama
mengemis kemenangan.”

Iya
Inilah pengabdian
Bersembunyi kepada Alas juga debu tanah
selepas 30 hari kehilangan.
Dari tiga tembakau ini, doaku luruh bersama leleh darah
Mengalir pada anyir bangkai pejuang; Tubuh lusuh ini.

Kau, beginilah.
Darah ini telah pulang ke tanahnya
Inilah cara sejarah kembali bercerita, cara kita berdamai
dengan rasa sesal.

Pekanbaru, 2022



Menghitung Nukilan sepanjang Pasaman

Tidak kau dengar di ujungujung sana?
Doa-doa berbaris rapi, membisikkan isi tubuh mereka sendiri
ke telinga semua orang

Katamu ini perjalanan panjang
Maka nikmatilah, bagaimana gunung mekar dengan hutannya
Juga sungai, arus kenangan itu
melarungkan basah tubuh kita pada hulu sejarah.

Di Pasaman, suara kita menjelma Nukilan
Mekar di jalan raya
Batang sungai
Langit sesak dengan pasak cahaya
Sejarah luruh sebagai hujan
menuju mata kita
: Ruang lengang penuh kertas usang

Di sini sejarah menguning padi, Tuan
Akan kau temukan hikayat Tuan Imam
pada perbatasan dua arah
Artefak museum menyuarakan kisah
tinggi ke atas surga, berteman sayap belalang

Maka dengarkah kau di sini?
Aku memasang Nukilan doamu
: Seikat puisi pada batang waktu
Agar nanti bila kau datang, kita bukan lagi pendatang.

Kita punya rumah, selain kampung halaman.

Pasaman 2019




Eko Ragil Ar-Rahman, kelahiran Pekanbaru 22 Juni 1995. Bergiat di Community Pena Terbang (COMPETER), menulis puisi, cerpen, juga novel online. Karya-karyanya pernah dimuat di beberapa media cetak lokal dan nasional, juga mengikuti beberapa antologi puisi nasional. Sekarang tengah menggali kembali semangat menulisnya di samping menjadi seorang Freelance Editor dan Content Creator. Penulis berdomisili di Kota Pekanbaru