PUISI-PUISI WINAR RAMELAN

Sabtu, 08 Januari 2022

Winar Ramelan

RUMAH KITA

Tak lagi aku bertanya siapakah engkau
Aku telah pulang pada sebuah rumah
Dan merasai getir yang engkau punya
Hingga aku ingin menjadikan getir itu purna selamanya 

Di rumah ini 
Aku tak lagi menakar cinta yang kupunya 
Apalagi menghitung rugi laba
Jika di mimpimu ada mimpiku juga
Yang terencana sekaligus terlaksana

Rumah ini
Dan kaki kita seperti pilar penyangga 
Dindingnya adalah kesetiaan 
Yang terbangun untuk menjaga
Agar rasa dingin dan cemas
Tak sempat menyelusup di antara kita

Denpasar 2021


SETIAP YANG BERNAMA AKAN ADA TEMPAT SINGGAHNYA

Reda,  redalah segala ingin 
Redup, reduplah segala silau
Debur jangan jadi gemuruh
Menjadi debar saja
Untuk meredakan riuh

Yang perkasa hanya milik gunung
Yang luas hanya milik laut 
Yang biru dan hijau telah menjadi milik mata
Dan kakiku akan singgah pada bukitnya
Pada dermaganya
Untuk tahu, setiap yang bernama 
Akan ada tempat singgahnya

Aku bisa menjadi kelinci
Bermain di rumput-rumput hijaunya
Aku bisa menjadi camar
Singgah pada tiang pancangnya

Tak akan ada deru
Karena angin hanya semilir 
Yang memainkan sunari
Yang menyanyikan lagu gembala
Atau nyanyian nelayan
Yang hendak melaut dengan panen tangkapan
Bukan lagi tentang lengkingan - lengkingan 
Yang menurutkan keinginan

Denpasar 2021


PUISI SEPERTI APA

Seandainya aku bacakan satu puisi di malam ini
Untuk menjadi mantra agar resah ini tak berbiak 
Purnalah segala gelisah dan ketakutan 
Lebur dalam tungku pembakaran juga dalam liang lahat 
Usai, usaikan gerimis dari setiap jiwa 
Menggantikan muram langit yang kini menggelayuti setiap dada

Tetapi,  puisi seperti apa
Yang bisa menjadi selembut sutra
Mengalungimu untuk menjadi selendang penghangat
Atau menjadi jubah yang memelukmu erat 
Dengan bahasa selembut tutur ibu
Yang menderas ketika mendaraskan kata dalam kitab

Barangkali dengan puisi cinta atau rindu
Yang bisa menyelasar langit tujuh
Yang katanya tempat bening ada
Tempat maha cahaya 
Cahaya yang menghapus gelap kita
Dimana dalam gelapnya ada hantu
Yang menyelusup ke setiap jiwa

Barangkali, iya barangkali
Puisi cinta, cinta yang tebal untukNya

Denpasar 2021


 RUMINI

Perempuan itu bernama Rumini
Perempuan yang menjaga erat surganya 
Meski sepenggal atma  akan lepas
Di tengah panasnya Kobokan 

Entah cinta seperti apa yang dimilikinya
Mungkin melebihi tinggi dan besarnya Mahameru 
Atau mungkin ia titisan Dewi Uma
Yang setia menjadi pendamping Sang penjaga 

Rumini 
Jika akhirnya debu panas Semeru menguburmu
Dan untuk menggapaimu harus mengais terlebih dahulu 
Mungkin sedalam itu juga baktimu
Yang tak pernah bisa terukur
Terulur untuk ibu yang melahirkanmu

Dan
Cintalah yang menjadikanmu seperti itu
Awan panas,  debu dan lahar tak mematahkanmu
Semoga taman firdaus yang akan menjadi hunianmu
Dan sejarah akan mencacat  suri tauladanmu

Denpasar 2021


PENGUNGSI

Ijinkan aku sekali waktu raib dari pandang matamu
Setelah peperangan demi peperangan terjadi
Hingga sekujur tubuhku koyak 
Lepuh dan keruh

Mungkin pada sudutnya yang sunyi aku sembunyi
Menjadi kaum papa dan piatu
Dengan melepas kemarukku pada pesta 
Pada kemeriahan
Setelah menyadari betapa rapuh dan getasnya diriku
Yang senantiasa lena oleh tarian waktu 

Pada mantranya aku melabuhkan diri
Setelah aku merasa kalah menjadi pribadi
Ombang-ambing ini akhirnya membawaku sebagai pengungsi 
Dan minta suaka darimu untuk keberlangsunganku

Denpasar 2021


DUA PERKARA

Masih berkelindan di dua perkara 
Pelaku atau korban
Jika keduanya urung menandai kenangan 
Untuk menjadi semanis pertemuan 

Bermula ketika menari di tengah kabut
Sekedar untuk melepas gigil juga nanar
Liukan samar 
Dengan menyibak rahasia menjadi tak lagi rahasia
Menutup luka dan kesepian 
Dengan menghirup tuba 
Dari asap tungku yang dinyalakan demi setitik terang 

Sepersekian detik 
Pinangan,  pelaminan atau awal perkabungan 
Dada berderap bagai kuda yang berlari ke arah pebukitan 
Dengan penunggang yang hendak memetik sekuntum kamboja
Sebagai tanda, untuk disuntingkan di dada
Mekar hingga hati terdalam

Bunga mengering kecoklatan
Senyap kian kental 
Kabut menebal
Prasangka memuncak
Dada tak lagi menderap untuk tiba di puncak
Namun gemuruh dengan tudingan 
Akulah korban
Engkau pelaku
Senyatanya kebrutalan nalar pelaku utama
Dan hati menjadi saksi kunci 
Untuk dituding sebagai pelaku utama

Denpasar 2021


BIODATA 
Winar Ramelan lahir di Malang 05 juni dan kini tinggal di Denpasar Bali. 
Puisi-puisinya terangkum dalam antologi tunggalnya Narasi Sepasang (2017), Mengening (2020) 
Puisi-puisinya juga termuat di beberapa antologi bersama dan beberapa media cetak  serta online. Selain menulis puisi, Winar juga seorang seniman lukis dan pembatik. Winar aktif di betbagai kegiatan sastra di Bali dan Indonesia serta bergabung bersama Penyair Perempuan Indonesia (PPI).