Cinanun yang Hilang di Terusan

Senin, 20 September 2021

Tim IATTA Riau saat berada di depan tembok batu di Desa Terusan, tempat Cinanun hilang. (Foto IATTA for Sunting)

Salah satu yang terdengar di sepanjang Subayang adalah kisah Cinanun; lelaki yang hilang selama 100 hari di Desa Terusan, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar 

Laporan Tim Sunting.co.id, Kampar

NAMANYA Pak Sabar. Dia adalah tokoh adat di Desa Terusan dengan gelar Datuk Pucuk. Pagi menjelang siang itu, Jumat (18/9/2021), Pak Sabar banyak bercerita kepada tim survey Indonesia Adventure Trade Travel Association (IATTA) Riau yang datang ke rumahnya. Salah satu cerita itu tentang Cinanun. 

Cinanun, kata Pak Sabar, asli warga Desa Terusan dari Suku Melayu. Seperti warga lain, Cinanun juga mencari ikan di sungai untuk lauk. 

Cinanun mencari ikan dengan jala bersama dua rekannya di Batang Touisan (Sungai Terusan), yang juga menjadi nama desa tersebut. Sungai itu sekarang sudah bergeser lokasinya, lebih ke arah kanan jika dilihat dari arah Desa Salo. 

Saat menjala ikan, Cinanun berada di tengah. Tiba-tiba jala tersangkut, dan Cinanun menyelam untuk menarik jala  tersebut.  Tapi, Cinanun tidak muncul. Lama sekali, berhari-hari, hingga 100 hari. 

Dikisahkan Pak Sabar, Cinanun dihisap pusaran air hingga ke dasar sungai. Tapi Cinanun tidak hilang, melainkan bertemu dengan jalan lain di bawah sana. Selama 100 hari itu, Cinanun berjalan dalam lubang, lalu sampai ke Kepalo Koto (pangkal kampung). Lubang itu serupa goa yang panjang. 

Perjalanan selama 100 hari itu membawa Cinanun sampai ke Desa Mangganti (Sumbar, red). Lamanya waktu berjalan membuat Cinanun berubah penampilan. Bahkan pakaian yang dikenakan habis, tinggal karetnya saja. Karet itulah yang digunakan Cinanun untuk menyimpan intan sebesar telur. 

Setibanya di Mangganti, Cinanun bertemu dengan warga. Karena tidak memgenakan pakaian, Cinanun diberi  kain oleh orang yang menemukan dan memintanya untuk masuk Islam. Cinanun patuh, masuk Islam dan kemudian memberikan intan itu kepada orang tersebut. 

Lubang yang membuat Cinanun hilang itu kini sudah tidak ada. Konon ditutup karena takut membawa warga lainnya. Yang ada hanya tembok batu besar dan tinggi. Inilah penutup lubang itu. Menurut Pak Sabar, lubang itu ditutup sekitar tahun 1940-an.

Posisi tembok batu itu persis berada di samping Sungai Subayang, tidak jauh dari pelabuhan di Desa Terusan. Sekitar lokasi tembok batu itu selalu ramai, karena menjadi pusat galangan atau pabrik  piaw (perahu mesin). Kopi juga banyak tumbuh di sekitarnya. 

''Cinanun memang cerita orang tua kami secara turun temurun. Tapi kami percaya. Kisah Cinanun ini juga berhubungan dengan nama awal Touisan yang menjadi Terusan, yakni nama sungai yang sekarang posisinya bergeser dan menjadi nama Subayang,'' kata Pak Sabar.***