Air Terjun Lubuk Batang, Hidden Gem yang Mulai Ditinggalkan

Senin, 26 Februari 2024

Air Terjun Lubuk Batang Pangkalan, Desa Koto Bangun, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumbar. FOTO SUNTING

PANGKALAN (Sunting.co.id) - Sempat viral di tahun 2018 dan banyak didatangi wisatawan, Air Terjun Lubuk Batang Pangkalan di Desa Koto Bangun, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, kini sepi pengunjung. Bahkan terlihat mati. 

Minggu 25 Februari 2024, tim Sunting.co.id sengaja melakukan perjalanan wisata ke Lubuk Batang. Tim masuk ke dalam dengan berjalan kaki, menikmati hamparan kebun gambir yang luas di antara lembah dan bukit yang membentang di  hadapan. 

Banyak pula tanaman unik yang bisa dilihat di sepanjang jalan, seperti kelemunting, kantong semar, rumput siak-siak, buah-buahan seperti mangga dan durian yang sedang berbuah, dan masih banyak lainnya. 

Tempat wisata minat khusus Hidden Gem (surga tersembunyi) yang ada di dalam lanscape Bukit Barisan ini, memang indah. Tersembunyi. Sungai di ceruk lembah. Pohon-pohon tinggi menutupinya. Tidak terlihat, hanya terdengar suara airnya saja yang gemuruh kencang serupa galodo. Dalam jarak beberapa meter kemudian, baru ia terlihat jelas. 

Air terjun dengan ketinggian sekitar 20 meter terlihat begitu eksotis karena terjun dari batu yang tinggi seperti sungai yang patah dan terjun di antara tebing-tebing batu yang tinggi pula. Di ujung atas tebing ini, ada pula batu besar yang menumpang. Cahaya matahari sesekali muncul di antara ruang-ruang kosong itu. 

Sekitar 10 meter dari titik air terjun yg besar dengan lubuk yang dalam di bawahnya, ada hamparan pasir putih, bersih. Ketinggian air di sini bervariasi. Mulai dari sepinggang hingga mata kaki orang dewasa. Jernih, segar dan sejuk. Sedangkan lebar sungai sekitar 6 meter dengan panjang sekitar 50 meter. Di batas inilah, pengunjung biasanya datang lewat jalur darat. Sudah ada tangga semen yang dibuat menjorok ke arah sungai. 

Setelah sungai dengan panjang sekitar 50 meter tadi, atau persis di bawah tangga turun, lebar sungai semakin mengecil. Sekitar 2 meter saja dengan tebing batu yang tinggi juga. Arus juga semakin deras. Kedalamannya dari lutut hingga pinggang. Di titik tertentu ada yang sampai kepala orang dewasa. 

Batu-batu yang tumbuh di tengah sungai membuat air sungai beriak, deras, bahkan ada yang terjun, tapi tidaklah tinggi. Tempat yang asyik untuk tubing. Panjang sungai dengan lebar 2 meter ini sekitar 70 meter sampai ke muara sungai berikutnya. 

Tim Sunting sampai ke titik air terjun sekitar pukul 11.30 WIB setelah berjalan 2 jam dari jalan aspal di desa itu. Tidak ada orang atau pengunjung lain selain tim Sunting. Sepi. Di perjalanan, tim hanya bertemu warga yang lalu lalang membawa daun gambir, gambir yang sudah diolah dan beberapa di antaranya membawa kayu balak. Mereka semua menggunakan sepedamotor. 

Suasana di lokasi juga seperti sudah lama tidak diurus dan tidak didatangi pengunjung. Bagian tengah sungai berupa pasir putih yang kadang dijadikan lokasi kemping, dipenuhi kayu-kayu yang dibawa banjir bandang. 

Sebelum penurunan terjal persis di pinggiran sungai, sampah plastik terlihat berserakan. Pondok kecil di sekitar ini juga mulai lapuk dan kotor. Jalur menuju bawah juga semak. Resam dan tanaman-tanaman kecil memenuhi badan jalan. Sangat terasa sekali jika tempat ini sudah lama tidak dikunjungi. 

Sebelum masuk ke lokasi, tim sempat menanyakan ongkos ojek, karena memang bisa ditempuh dengan ojek. Tapi biayanya cukup mahal, yakni Rp80 ribu untuk pergi dan pulang. Akhirnya tim memilih berjalan kaki. Dua jam sampai dan medannya juga sangat cocok untuk tracking. 

Tim juga mencaritahu kepada siapa harus lapor jika hendak masuk ke lokasi air terjun Lubuk Batang dan berapa uang masuk serta parkirnya. Tapi tidak ada yang bisa ditemui. 

Setelah bertemu dengan warga, sambil sarapan lontong, warga pun menyarankan untuk numpang parkir saja di salah satu rumah warga yang terletak tidak jauh dari warung lontong itu. Tapi pas hendak pulang, tim dimintai uang parkir Rp30 ribu. 

"Ya, Saya terkejut saja saat dimintai uang parkir sampai Rp30 ribu. Karena warga juga yang menyarankan dan menjamin tidak apa-apa jika numpang parkir di rumah warga. Tidak ada dia bilang biayanya berapa. Kalau ketentuan harus bayar segitu, tidak apa-apa juga. Apalagi sudah disepakati dan pasti uang parkirnya juga untuk desa dan membersihkan tempat wisata itu. Namanya juga tempat wisata. Ini kan tidak. Mintanya juga dengan sangat tidak bersahabat," kata Jay. 

Di desa tersebut sedang musim buah-buahan. Durian dan manggis sedang masak. Kata Mak Gun, harga manggis Rp5 ribu perkilogram. Salah satu tim Sunting pun belanja membeli manggis. Tapi harganya Rp20 ribu dengan berat 1,2 kilogram. 

"Saya memang penasaran ingin melihat Air Terjun  Lubuk Batang ini. Saya lihat potensinya luar biasa sebagai wisata minat khusus. Jika dikelola serius, ekonomi masyarakat akan ikut tumbuh. Tapi masyarakatnya belum siap. Tidak bisa melihat orang luar datang, termasuk wisatawan. Jadi nampak orang baru langsung hantam saja, semua harga dan tarif dinaikkan tinggi. Tidak ada juga papan informasi atau plank tentang biaya-biaya layaknya masuk tempat wisata. Ya wajar saja kalau wisata ini sepi dan mati," kata Yos, salah satu tim yang juga penggiat wisata dan mengelola salah satu tempat wisata di Kota Batam. 

Sebelum pulang, tim singgah ke salah satu warung sebelum masuk jalan menuju air terjun tersebut. Pemilik warung menyebutkan, Lubuk Batang memang sudah lama tidak dikelola. Sekilas ia menyebutkan ada perebutan pengelolaan apalagi lahan di sekitar air terjun memang milik pribadi warga setempat. 

"2018 Lubuk Batang sempat viral. Ramai pengunjung. Tapi sekarang susah. Sangat jarang. Ada yang mau membeli lahan di sekitar lokasi air terjun dengan harga Rp500 juta, tapi yang punya lahan minta Rp1 miliar. Ini dinilai sangat mahal sehingga pembeli membatalkan niatnya. Kalaulah jadi dibeli, jalan ke dalam akan dibangun, air terjun ini digarap sedemikian rupa. Ya, makanya sekarang jadi seperti terbiar begini," kata pemilik warung yang enggan disebutkan namanya. 

Warga tersebut juga menjelaskan, belum lama ini ada pengunjung keturunan Tionghoa meninggal di lubuk air terjun tersebut. 

"Belum lama ini ada yang meninggal di sana. Dan sekarang, siapa yang mau masuk, ya masuk aja. Begitulah sekarang, padahal dulu sempat terkelola dan ramai" sambungnya.(*)