Bincang Literasi Konservasi Warnai Peluncuran Buku 'Aku Malako Kociak'

Ahad, 28 Januari 2024

Suasana Bincang Literasi Konservasi mewarnai peluncuran buku 'Aku Malako Kociak' di Basecamp Rumah Sunting, Pekanbaru, Sabtu (27/1/2024).

PEKANBARU (Sunting.co.id) - Buku Antologi puisi berjudul 'Aku Malako Kociak'' karya anak-anak Malako Kociak Desa Tanjung Beringin, Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar yang berada dalam kawasan SM Rimbang Baling, diluncurkan  Komunitas Seni Rumah Sunting dan YAPEKA, Sabtu ((27/1/2024). 

Kegiatan yang dilaksanakan di Basecamp Rumah Sunting/Cahaya Nona Coffeeshop Jalan Tigasari, Tangkerang Selatan ini  diwarnai dengan Bincang Literasi Konservasi, pembacaan puisi 'Aku Malako Kociak' oleh anak-anak tempatan dan penyair Riau serta  performance art oleh seniman-seniman Riau. 

Kunni Masrohanti, founder sekaligus Pembina Rumah Sunting mengungkapkan terimakasihnya kepada Yapeka dan masyarakat Malako Kociak  Desa Tanjung Beringin, Kampar Kiri Hulu yang memberi semangat dan dukungan penuh sehingga proses latihan menulis puisi berjalan lancar dan puisi-puisi itu berhasil dibukukan. 

"Kami di Rumah sunting hanya punya modal keahlian, tenaga dan kemauan untuk mengajarkan menulis puisi, hanya punya konsep dan pemikiran bagaimana literasi konservasi dengan jalan puisi ini bisa berjalan. Beruntung kami bertemu Yapeka, bisa berkerjasama sehingga program literasi ini bisa berjalan dan buku hasil pendampingan literasi puisi konservasi selesai kami bukukan. Sangat lebih beruntung kami karena ketika kami beramai-ramai tiba di Malako Kociak langsung dipolukpangku oleh seluruh Datuk Ninik Mamak. Terimaksih Mas Awe, tetimakasih Datuk Pucuk," kata Kunni saat Bincang Literasi kepada Agustinus Wijayanto alias Awe dan Datuk Pucuk Ajizman yang duduk di sebelahnya malam itu. 

Kunni juga menekankan bahwa Konservasi tidak bisa dilaksanakan sendiri, harus berkolaborasi. Tidak bisa dari tengah apalagi pucuk, tapi harus dari akar, yakni dengan melibatkan anak-anak untuk memahami pentingnya konservasi sejak usia dini. 

"Bagi kami, konservasi bukan hanya upaya perlindungan dan penyelamatan alam saja, tapi juga budaya, adat istiadat  kearifan lokal dan masyarakatnya. Bicara lingkungan  alam, rimba raya tidak bisa dipisahkan dengan budaya masyarakatnya. Maka konservasi tidak bisa sendiri, kita harus bersama-sama dengan cara kita masing-masing tapi tujuannya sama. Pertemuan malam ini memang sekelas komunitas, tapi Saya yakinkan bapak ibu bahwa pertemuan ini, kegiatan malam ini, sangat berkualitas," tegas Kunni. 

Agustinus Wijayanto, Program Manager ITHCP Phase III yang juga menjadi narasumber malam itu mengungkapkan rasa syukur karena program konservasi khususnya terkait harmonisasi masyarakat Rimbang Baling dengan harimau  melalui jalan literasi berjalan lancar. 

"Sebetulnya kenal dengan kawan-kawan Rumah Sunting sudah cukup lama. Tapi ya, baru ini berjodoh untuk menjalankan program bersama. Tentu kami berharap ke depan kerjasama ini bisa berlanjut. Kami mengucapkan terimakasih kepada Rumah Sunting, Balai Besar KSDA dan seluruh masyarakat Tanjung Beringin yang selalu mendukung prgram-program kami," kata Agustinus yang akrab disapa Awe. 

Andri Hansen Siregar Kepla Seksi Wilayah II Balai Besar KSDA yang juga menjadi narasumber malam itu menegaskan pentingnya kolaborasi untuk kerja-kerja konservasi. 

"Seluas itu hutan, sebanyak itu masyarakat yang tinggal dalam kawasan hutan konservasi, maka sudah semestinya konservasi itu menjadi tanggungjawab bersama. Terimakasih kepada masyarakat dan semua pihak yang sudah berkerjasama selama ini," katanya yang hadir di ruang Zoom Meeting. 

Selain tiga narasumber, tanggapan demi tanggapan tentang hadirnya buku 'Aku Malako Kociak' dan pentingnya Literasi Konservasi disampaikan Kepala Balai Bahasa Riau Toha Machsum, Datuk Pucuk Malako Kociak Tanjung Beringin Ajizman, Ketua Forum Komunikasi Antar Desa di Subayang Adamri, dan Staf Urusan Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Konflik Tenurial Kawasan Konservasi Subdit Pengendalian Pengelolaan Kawasan Konservasi, Direktorat Pengelolaan Kawasan Konservasi, Ditjen KSDAE, KLHK, Septian Wiguna S.Hut. 

Mereka mengapresiasi atas terlaksananya kegiatan dan peluncuran buku tersebut. "Saya sendiri merasa sangat beruntung hadir di sini malam ini. Rumah Sunting bicara konservasi pada generasi Z, ini luar biasa," kata Septian. 

Hadir juga malam itu berbagai komunitas baik sastra maupun pegiat alam. Ada Perempuan Peduli Adat (PPA) Lipatkain, perwakilan Kerajaan Rantau Kampar Kiri, Majelis Sastra Riau (MSR), Community Pena Terbang (Competer), Organisasi Essemble, Suwang Project, Sanggar Linayungan dari Malako Kociak Tanjung Beringin, seniman, penyair Riau dan masih banyak lainnya. Sanggar Linayungan menampilkan silat dan musik tradisi Calempong. 

Hujan deras yang sempat mengguyur malam itu, membuat Bincang Literasi Konservasi yang semula direncanakan di halaman, berpindah ke teras basecamp Rumah Sunting. Tapi begitu bincang literasi hujan reda, kegiatan pun dipusatkan di halaman basecamp. 

Di sinilah penandatanganan cover buku 'Aku Malako Kociak' sebagai wujud peluncuran, dilaksanakan. Dilanjutkan dengan penyerahan buku dari Founder Rumah Sunting Kunni Masrohanti kepada masyarakat Malako Kociak yang diwakili Datuk Pucuk Ajizman, dan dari YAPEKA dalam hal ini oleh Agustinus Wijayanto kepada Ditjen KSDAE KLHK, Septian Wiguna S.Hut.(*)