Ditanami Sawit Oleh Oknum, Masyarakat Buluhcina Ajak BBKSDA dan DLHK Turun ke TWA

Jumat, 08 September 2023

Masyarakat Desa Buluhcina bersama BBKSDA dan DLHK meninjau TWA Buluhcina dan HPT di sekitarnya, Jumat (8/9/2024). FOTO SUNTING

KAMPAR (Sunting.co.id) - Puluhan masyarakat Desa Buluhcina, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, kembali turun ke lokasi Taman Wisata Alam  (TWA) yang sudah gundul dan ditanami sawit oleh oknum, Jumat (8/9/2023). Kali ini masyarakat mengajak Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau. 

Ini bukan kali pertama masyarakat yang masih teguh dengan adat istiadatnya, serta lengkap dengan perangkat adatnya ini, turun. Sebelumnya (12/6), mereka juga sudah turun dengan jumlah yang lebih besar. Bahkan setiap minggu mereka turun untuk mengawasi bagian belakang TWA yang ditanami sawit oleh oknum itu. 

Mereka dari BBKSDA yang turun ke lapangan ada Panggong, Agus dan Dimas. Sedangkan dari DLHK ada Aswar, Eko dan Roby. Tokoh masyarakat yang hadir antara lain Asfaruddin bergelar Datuk Monti, H Muhammad Ali, tokoh pemuda Rudi Hidayat dan masih banyak lagi. 

Peninjauan langsung ke lapangan ini dibarengi dengan upaya mencocokkan batas TWA dalam peta dengan kondisi di lapangan. 

Baik BBKSDA maupun DLHK sama-sama memastikan batas TWA. BBKSDA fokus di lahan TWA, sedang DLHK di lahan HPT yang bersebelahan langsung dengan TWA. Dari garis yang ditarik sesuai peta satelit itu  maka sejah mata memandang, bagian belakang TWA itu memang sudah terbuka, tanpa pohon bahkan sudah dtanami sawit. 

"Memang benar ini sudah masuk dalam kawasan TWA," kata Dimas salah seorang petugas BBKSDA sambil menunjukkan peta satelit dalam ponselnya saat berada di batas TWA dan APL. 

"Ya, benar sekali," kata Aswar pula, petugas dari DLHK Riau  sambil menunjukkan peta dalam ponselnya kepada masyarakat. 

Perjalanan ke lokasi kawasan TWA seluas 1000 hektare itu, tidak begitu jauh dari Desa Buluhcina. Masyarakat dan seluruh tim juga menggunakan sepedamotor sampai ke lokasi tersebut. 
Ada ruas jalan yang cukup besar membelah TWA memiliki lebar 8 meter dan panjang 6 kilometer. Jalan ini bisa tembus ke Desa Lubuk Sakat.


19 Tahun Berharap
Wujudnya TWA di Desa Buluhcina ini  ditandai dengan surat penyerahan 1000 hektare hutan ulayat Buluhcina kepada Pemerintah Provinsi Riau  untuk dijadikam hutan wisata oleh Lembaga Musyawarat Besar (LMB) tertanggal 24 Maret 2004. 

Surat ini ditandatangani Ketua LMB Makmur Hendrik, Ninik Mamak Dahlan SDT Majolelo, Kepala Desa Zulkarnaini JS selaku yang menyerahkan dan Gubernur Riau Roesli Zainal SE selaku yang menerima. 

Di dalam surat ini terdapat dua point penting. Pertama, dalam kawasan 1000 hektare yang diserahkan terdapat 7 Danau sekaligus merupakan habitat ratusan jenis flora dan fauna. 

Point kedua tentang penjelasan bahwa penyerahan ini diiringi dengan harapan. Pada point 2a  agar pemerintah provinsi dan/atau Pemkab Kampar membangunkan kebun kelapa sawit seluas 1500 hektare untuk masyarakat Buluhcina  di tanah ulayat yang berada di bagian selatan/satu hamparan dengan hutan ulayat yang diserahkan untuk hutan wisata tersebut. 

Selanjutnya, pada point 2b agar pemerintah provinsi dan/atau Pemkab Kampar dapat membangun jalan di hutan wisata berikut fasilitas wisata. Sedangkan pada point 2C disebutkan agar Pemerintah Provinsi dan/atau Pemkab Kampar mengangkat beberapa warga desa Buluhcina sebagai petugas kehutanan untuk mengawasi keselamatan hutan dan isinya yang sudah diserahkan tersebut. 

Selama di lokasi, masyarakat dan tim bertemu dengan pekerja yang sedang menanam sawit. Salah satunya Hendri  warga Nias yang baru bekerja selama tiga minggu di sana. Hendri tinggal di pondok kebun sawit bersama ibunya  Mayendri. Pondok ini berada di lokasi paling ujung. Di bagian luar pondok kayu panggung itu ada tulisan "Tanah ini Milik Kelompok Tani Buluhcina". Ada juga berapa pekerja lain selain Hendri dan ibunya. 

"Katanya ada kerja untuk kami, ya mau kami. Tak tahu juga kami ini lahan milik siapa, tapi yang bawa kami ke sini Pak Abi. 500 ribu gaji kami, menebas untuk seluas 1 hektare," kata Mayendri. 

Selain Mayendri, masyarakat dan tim juga menjumpai Haris  dan Ison yang sedang duduk di pondok. Lokasinya berada sebelum pondok yang ditempati Mayendri. Puluhan masyarakat tahu persis siapa Haris dan kawan-kawan tersebut. 

"Kami sudah memastikan lahan yang bapak kelola ini masuk dalam kawasan TWA. Kini langsung sajalah Pak Haris. Siapa yang.mengelola, atas dasar apa berapa luasnya," tanya Khairunnas, salah seorang warga langsung kepada Haris disaksikan dan didengarkan petugas BBKSDA,  DLHK dan seluruh masyarakat. 

"Atas izin Datuk dan Kepala Desa. Ada Datuk Amir, Mahmud, Rizal, Ibur, Jasman, Syahrial," kata Haris. 

Saat ditanya atas nama siapa sebetulnya lahan itu dikelola, Haris selalu bilang atas nama mayarakat. Jawaban Haris sempat membuat kondisi masyarakat jadi memanas. 

"Kami ni orang Buluhcina, kami tidak tahu. Ndak ada tahu. Kami orang Biluhcina. Buluhcina yang mana," tegas Khairunnas yang disela warga lain dengan nada tinggi. 

Keterangan Haris diperjelas oleh Ison yang juga berkerja bersama Haris. Ison menyebutkan, lahan yang dikelola tersebut seluas 50 hektare dengan sistem pola. 

"Ini dikelola dengan sistem pola. Istilahnya sistem bapak angkat. Kami sebagai pekerja, ada investor, pekerja kelompok tani dengan Ninik Mamak. Perjanjian pola bagi hasil. Berdasarkan masyarakat yang dikuasai dengan NINik Mamak, rencana 50 hektare, yang dikelola sekarang  20 hektare. Sempat terkendala dan terbentur. Kendalanya dulu pengaruh pendanaan. Investor pertama Sunda, mundur dilanjutkan oleh Habib. Sempat tidak dikerjakan hampir delapan bulan," kata Ison. 

Pada kesempatan itu, Ison dan Haris yang sama-sama merupakan warga Kepau Jaya, menyebutkan, Kelompok Tani yang dipakai sebelumnya bernama Harapan Baru. Tapi kemudian dibekukan karena lahan itu konflik dan diperjualbelikan. Dalam perbincangan itu, juga terungkap nama Habib, diduga pemilik lahan yang cukup luas di sana. 

Datuk Monti, yang mendengarkan sejak awal, angkat bicara. Ia mengingatkan kepada Haris dan kawan-kawan untuk tidak mengelola lahan itu lagi. Ia juga meminta dan mengingatkan BBKSDA selaku pengelola untuk lebih memperhatikan kawasan TWA yang sudah dikelola oleh oknum itu. 

"Di situ dulu kebun getah kami, kami serahkan ke negara untuk dijaga sebagai kawasan hutan. Sekarang dikelola oleh orang lain. Padahal ini dulu punya kami. Kami tidak dapat apa-apa. Yang dijanjikan ke kami seluas 1500 hektare sejak 2004 di sebelah TWA ini, juga dikelola entah siapa. Kami hanya nonton, tidak dapat apa-apa. Hutan ini jangan rusak. Jangan sampai hilang kepercayaan kami. Kami sudah berkorban, tapi kami hanya menunggu janji yang tak pasti. Tolong dijaga hutan ini dengan benar. Kenapa kami begini, karena kami peduli dengan hutan ini, kami menjaganya, kami masih taat hukum," kata Datuk Monti lagi. 

Segera Panggil Oknum 
Andri Hansen Siregar, Kepala Kabid Wilayah I BBKSDA, didampingi Kepala Resort TWA Buluhcina Sutan Nasution yang juga hadir, langsung merespon. Ia berjanji akan segera turun, mengecek dan mengukur ulang bats kawasan TWA dengan HPT serta membuat papan pengumuman tapal batas. 

"Kami mengucapkan banyak terimakasih atas antusias, perhatian dan laporan masyarakat tentang dugaan pengelolaan lahan dalam kawasan dan terus membantu kami menjaga TWA ini. Beri kami waktu, kami akan segera turun untuk memastikan lagi batas itu. Kami akan panggil oknum-oknum seperti yang bapak-bapak laporkan dari temuan di lapangan," kata Hansen. 

Terkait lahan HPT seluas 1500 hektare yang juga sudah hampir habis karena ditanami sawit, masyarakat juga meminta kepastian batas lokasi, siapa saja yang mengelola dan bagaimana kelanjutannya sebagaimana yang tertuang dalam surat sebelumnya. 

Aswar, perwakilan DLHK  mengaku akan melaporkan hasil temuan di lapangan kepada atasan dan akan berkomunikasi lebih lanjut dengan masyarakat. 

"Sekarang kami belum bisa memberikan jawaban apa-apa. Tapi kami sudah melihat langsung kondisi di lapangan. Kami akan laporkan kepada atasan dan akan kami tindak lanjuti segera. Mohon bapak-bapak sekalian bersabar," kata Aswar.(*)








"