Pendidikan dan Kemajuan Teknologi Berjalan Berdampingan

Selasa, 27 Juni 2023

Dhifa Mega Nariswari

Pendidikan dan Kemajuan Teknologi Berjalan Berdampingan 

Oleh: Dhifa Mega Nariswari 

PENDIDIKAN merupakan tonggak dari penentuan nasib suatu bangsa dan negara. Untuk melihat kemajuan atau kemunduran suatu negara dapat dikaji dan ditelisik dari bagaimana penerapan pendidikan yang berlaku di negara tersebut. 

Pendidikan sebagai wadah sekaligus pencetak generasi-generasi muda bangsa yang nantinya akan berperan sebagai tokoh di masa mendatang. Maka, banyak orang bilang bahwasanya masa depan suatu bangsa itu ada di tangan pemuda pemudi sebagai generasi muda bangsa. Seperti pepatah yang disampaikan oleh Ir. Soekarno “Berikan aku 10 pemuda, maka akan kuguncangkan dunia”. 

Untuk merealisasikan pepatah tersebut di era saat ini, perlu adanya peran pendidikan yang ikut andil di dalamnya. Namun, sebelum itu, perlu kita ketahui bahwa pendidikan tidak hanya berbasis formal, seperti sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi. Akan tetapi, pendidikan bisa kita peroleh dari mana saja dan dimana saja, tergantung pada diri kita dapat memanfaatkan kesempatan itu atau tidak. 

Telah kita ketahui bersama, setiap tahun dan masanya pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan dan transformasi. Ini dibuktikan dari adanya pergantian kurikulum di setiap masanya mengikuti masa jabatan menteri dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) yang memiliki wewenang atas pergantian kurikulum yang berlaku. 

Setiap menteri yang menjabat tentu memiliki inovasi masing-masing terkait dengan penciptaan kurikulum yang diberikan kepada pendidikan. Di beberapa tahun terakhir ini telah berganti dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kurikulum K-13, dan yang terbaru yaitu Kurikulum Merdeka. 

Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan pembelajaran intrakulikuler dimana dalam penerapannya peserta didik mendapatkan kesempatan untuk mendalami konsep serta berorientasi pada pengembangan karakter. Selain itu juga dalam proses kegiatan belajar mengajarnya dapat menggunakan perangkat yang dapat mendukung kebutuhan belajar. 

Kurikulum ini juga lebih merujuk pada kegiatan pembelajaran yang kolaboratif tentu diiringi dengan komunikatif, aplikatif, dan kesempatan dalam mendapatkan lintas mata pelajaran. Dalam artian, melalui kurikulum ini kegiatan belajar tidak hanya terpusat pada guru saja, tetapi peserta didik diberikan kesempatan untuk lebih ‘bebas’ dalam berekspresi menyuarakan pendapatnya. 

Lewat program lintas mata pelajaran, peserta didik diberikan kesempatan untuk belajar, memahami, dan mendalami berbagai mata pelajaran yang mungkin tidak disediakan di dalam jurusannya. Seperti halnya yang dipraktikkan dalam perguruan tinggi, dimana mahasiswa dari suatu fakultas dapat mengambil mata kuliah dari fakultas yang berbeda, tetapi tentu sesuai dengan kebijakan dari kampus yang telah ditentukan. 

Dengan adanya Kurikulum Merdeka dengan metode pembelajaran yang ada, peserta didik dituntut untuk dapat berpikir kritis, inovatif, dan kreatif. Maka dari itu, pengembangan karakter selalu mengiringi di setiap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan, dengan tujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memiliki kemampuan tersebut. 

Dalam impelentasinya, penulis melakukan wawancara secara sederhana dengan Lia (21) salah satu mahasiswa dari perguruan tinggi di Kota Malang yang baru saja menyelesaikan kegiatan Kampus Mengajar program dari MBKM. 

Ia memiliki kesempatan untuk mengajar di salah satu Sekolah Dasar, dimana dia mengutarakan pendapatnya terkait implementasi dari Kurikulum Merdeka melalui metode pembelajaran Project Based Learning (PjBL) yang merujuk pada kebebasan berpikir dan melatih untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. 

“Iya benar, mengenai Kurikulum Belajar ini ada salah satu metode yang diajarkan kepada peserta didik dengan tujuan agar mereka terlatih untuk berpikir kritis dan inovatif, jadi pembelajaran tidak berpusat ke guru saja, melainkan berorientasi kepada siswa.” kata Lia. 

Impelementasi sederhananya ketika ada pembelajaran menggambar dan mewarnai, guru terlebih dahulu memberikan contoh berupa gambar dan warnanya. Akan tetapi, berikutnya peserta didik ‘dilepaskan’ untuk menggambar sesuai dengan kemampuan mereka dan mmeberikan warna sesuai dengan keinginan dan imajinasi mereka. Sehingga guru tidak menuntut untuk gambar dan warna selalu sama seperti yang dicontohkan. Selain itu, adanya pelatihan untuk membuat kandang hewan dari kumpulan balok. 

“Kalau berdasarkan pengalamanku untuk merealisasikannya itu melalui pelatihan peserta didik membuat kandang hewan dari balok, jadi ada beberapa jumlah balok dengan berbagai bentuk, kemudian disusun membentuk kandang hewan,”
Ya kalau bentuknya sih tentu sesuai dengan imajinasi dan kreativitas mereka (peserta didik), ya. Mungkin kita sebagai fasilitator hanya mengarahkan saja.” tambahnya. 

Dengan adanya contoh dari implementasi tersebut, terpikir dengan adanya pemikiran tentang pendidikan kritikal. Di mana pemahaman tentang pendidikan kritikal ini merupakan pendidikan yang tidak hanya sekedar fokus pada transfer pengetahuan saja, tetapi lebih daripada itu, pendidikan kritikal juga perihal kemampuan kritis dan pemahaman akan dunia sekitar. 

Di mana dalam penerapannya, pendidikan kritikal ini memiliki beberapa bentuk diantaranya problem based learning, project based learning, discovery learning, dan blended leaarning (Kurniawan et al., 2020). 

Melalui beberapa bentuk tersebut peserta didik akan dihadapkan pada suatu permasalahan, kemudian mereka diberikan kesempatan dan waktu untuk mengatasi dan mmeberikan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Tentu dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis yang mereka miliki sehingga mereka akan mengetahui dan memahami sejauh mana kemampuan mereka dalam mengolah sesuatu dan pemahaman akan lingkungan sekitarnya, seperti saat pelatihan peserta didik membuat kandang hewan dari balok tadi. 

Menurut Lia, dengan adanya metode pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dan penerapan dari pendidikan kritikal itu sangat penting untuk diterapkan karena peserta didik dapat mengolah dan mempelajari segala pengetahuan yang ada di sekitar, tidak hanya berorientasi pada materi yang disampaikan di sekolah, juga mendapat kebebasan dalam berpikir, berpendapat, dan berekspresi tentu juga mengeksplor dunia luas dengan tujuan sebagai bekal peserta didik di masa mendatang, terlebih jika dihadapkan oleh segala bentuk persoalan yang menerpa di kehidupan sebenarnya. Tantangan Teknologi: Kehadiran Artificial Intelligence. 

Namun, yang harus kita ingat adalah adanya transformasi pendidikan yang terjadi juga diiringi dengan peran dari teknologi yang terus menampakkan kemajuannya dari masa ke masa. Terlebih di Kurikulum Merdeka ini dalam proses pembelajaran diperbolehkan untuk menggunakan perangkat yang mendukung, tentu perangkat yang dimaksud salah satunya adalah teknologi. Yang menjadi perhatian adalah perihal munculnya kecerdasan buatan yang baru-baru ini menggemparkan dunia maya. Di mana kecerdasan buatan atau yang disebut dengan Artificial Intelligence diakui sangat hebat kinerjanya. 

Tujuan dari adanya AI ini memungkinkan mesin dan computer mempelajari pola-pola dalam data untuk membuat keputusan berdasarkan data tersebut. Kinerja dari AI diciptakan selayaknya dapat belajar, bekerja, dan berpikir seperti manusia. 

Di satu sisi dengan kehadirannya merupakan sebuah keuntungan untuk mempermudah tugas, tetapi di sisi yang lain keberadaan AI ini merupakan sebuah ancaman besar jika diimplementasikan sebagai pengganti manusia, ini akan menjadi salah kaprah. 

Beberapa waktu terakhir, dunia maya kembali dihebohkan dengan kemunculan ChatGPT yang merupakan sistem kecerdasan buatan AI yang didalamnya terdapat interaksi melalui percakapan berbasis teks. Menjadi titik permasalahan ketika ChatGPT ini dapat digunakan dan menghasilkan tulisan seperti skripsi, makalah, essay, paper, dan tulisan lainnya. Ini akan menjadi sebuah permasalahan besar yang dihadapi oleh peserta didik, mungkin mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. 

Titik ancaman besar sebenarnya ada pada mahasiswa di perguruan tinggi yang mendapatkan tugas mayoritas sejenis dengan yang telah disebutkan sebelumnya. Apabila tidak digunakan secara bijak tentu akan menjadi ancaman terhadap kualitas pendidikan beserta peserta didik dan juga penciptaan generasi bangsa yang digadang dapat membawa perubahan. 

Adanya sistem dari kecerdasan buatan ChatGPT ini, jika tidak digunakan secara bijak akan menjadi sebuah alat untuk ‘memanjakan’ manusia, terutama peserta didik. Apabila ada tugas membuat makalah, telah ditentukan tema dan topiknya, peserta didik tinggal membuka sistem tersebut, tulis tema dan topik yang diinginkan, maka seketika ditampilkan jenis tulisan sesuai yang diinginkan. Tentu dengan hal seperti ini menjadi tantangan perihal cara berpikir kritis dari peserta didik. 

Kesempatan berlatih mereka untuk mengolah data, mempelajari, dan memahami data dan pengetahuan yang terkait akan semakin kurang. Mereka menjadi tidak benar-benar paham akan apa yang disampaikan dalam tulisan tersebut. Sehingga metode pembelajaran yang diinginkan melalui Kurikulum Merdeka ini akan gagal penerapannya. 

Berbeda apabila hasil data yang diproduksi dari ChatGPT hanya untuk sebagai pemantik atau referensi tanpa benar-benar menulis sesuai dengan tertera dalam datanya. Inilah bukti dari pernyataan bahwa keberadaan AI jangan diposisikan sebagai pengganti manusia. 

Mengenai tantangan yang dihadapi era saat ini, terutama bidang pendidikan dengan Kurikulum Merdeka yang berlaku saat ini tidak hanya pada teknologi saja, tetapi juga dari individu guru itu sendiri. Bagaimana antusiasme mereka terhadap segala kemajuan dan transformasi pendidikan yang mengharuskan mereka juga ikut beradaptasi. 

“Dengan adanya kemajuan ini sebenarnya bukan PR bagi guru muda saja, tetapi bagi guru-guru yang memiliki keinginan dan kemauan untuk maju karena sekarang ini masih banyak guru-guru yang sudah berumur atau tua, tetapi masih ada keinginan untuk meng-upgrade diri.” Ujar Lia.*** 

Sumber Referensi
Kurniawan, N. A., Saputra, R., Aiman, U., Alfaiz, A., & Sari, D. K. (2020). Urgensi Pendidikan Berpikir Kritis Era Merdeka Belajar bagi Peserta Didik. Tarbawi?: Jurnal Ilmu Pendidikan, 16(1).