Tim Ekobudpar Kerajaan Rantau Kampar Kiri Gali Potensi Sumber Air Panas di Gunung Sahilan

Ahad, 11 Juni 2023

Tim Ekobudar Kerajaan Rantau Kampar Kiri menjelajahi potensi wisata sumber air panas di Gunung Sahilan, Sabtu (10/6/2023). FOTO DOC KERAJAAN

KAMPAR (Sunting.co.id) - Tim Ekonomi, Budaya dan Pariwisata (ekobudpar) Kerajaan Rantau Kampar Kiri menggali potensi wisata alam di Desa Gunung Sahilan, Sabtu (10/6/2023). Di antaranya sumber air panas di Sungai Ayyu Angek yang bermuara ke Sungai Tesso 

Ada 7 orang yang berangkat dari tim ekobudpar ini. Mereka antara lain Datuk Rapizon, Firmansyah yang juga wazir istana, Zainur, Kunni Masrohanti, dan  beberapa lainnya. 

Perjalanan menuju lokasi sumber air panas ini hanya bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua, melalui jalan setapak, lanjut masuk ke koridor salah satu perusahaan di hutan ekaliptus dan disambung dengan berjalan kaki. Memerlukan waktu sekitar 1 jam dari Istana Darussalam Gunung Sahilan. 

Perjalanan yang dimulai pukul 11.00 lebih itu berakhir sekitar pukul 13.00. Agak lambat karena harus sedikit membuka jalur dengan parang dan mencari titik lokasi yang pas. 

Persis setelah jalur gajah lengkap dengan bekas telapak kaki gajah, di situlah titik sumber air panas itu berada. Gelembung-gelembung air sebagai pertanda mendidih karena panas, terlihat jelas. 

"Ini salah satu titik sumber air panas. Kalau tak salah masih ada dua lagi. Bahkan di salah satu titiknya, ada bukit kecil di tengah rawa. Kata masyarakat kampung, pada waktu tertentu, semua hewan berkumpul di situ. Burung, rusa, dan lainnya. Ada yang mandi, berjemur, main-main dan sebagainya," kata Datuk Rapizon. 

Ada juga yang menyebutkan, di bukit itulah dulu Raja Rantau Kampar Kiri yang bertahta di Istana Darussalam di Gunung Sahilan, pernah duduk. 

"Katanya dulu di bukit kecil itu Raja pernah duduk," kata Datuk Rapizon lagi. 

Tim kemudian bersama-sama turun ke sungai yang tingginya sebetis bagian bawah orang dewasa atau sekitar satu jengkal. Sedangkan panjang sungai sekitar 8-10 meter. Air sungai yang mendidih itu di bagian sungai dengan luas sekitar 10 x 10 meter. 

Ada bagian sungai paling panas, dan tingkat panas yang sedang. Panas air lebih terasa ketika pasir-pasir yang ada di sungai digali. Artinya panas air seperti tertutup pasir. Meski demikian, jika berdiri sedikit lama saja, panasnya akan semakin terasa. 

"Keberadaan sumber air panas ini ada sejak dulu, tapi belum dikelola karena lokasinya jauh dan jalan buruk, menggunakan sepedamotor. Beruntung karena hari ini panas. Kalau hujan, tak terbayang.licinnya jalan," kata Wazir pula. 

Untuk sampai ke.lokasi, bukan hanya melintasi jalan setapak, tapi juga harus menyeberangi jembatan kayu yang membentang di atas Sungai Tesso yang luas dan berarus deras. Masyarakat menamai jembatan ini dengan Jembatan Komang. 

Kunni Masrohanti, aktivis lingkungan, penggiat budaya dan juga pengurus Indonesia Adventure Travel Trade Association (IATTA) Riau, mengatakan, pengelolaan sumber air panas sebagai tempat wisata harus dikaji lebih dalam lagi mengingat lokasi dan status kawasan yang belum jelas. Hal ini disampaikan Kunni juga secara gamblang kepada seluruh tim saat berada di lokasi. 

"Sumber Air Panas ini potensi besar untuk wisata alam  bahkan wisata minat khusus. Ini belum direkomendasikan untuk dikelola sebelum status kawasan, SOP keamanan bagi pengunjung belum dikaji maksimal. Ini wisata dengan resiko tinggi karena berada persis di lintasan satwa liar yaitu gajah. Bagaimanapun keselamatan pengunjung nomor satu. Jangan nanti kita buka jadi tempat wisata, tapi yang muncul justru bencana,. Semua harus dikaji. Nanti kalau sudah bisa dikelola, alangkah indahnya. Wisatawan yang menginap semalam di Gunung Sahilan, bisa mandi air hangat setelah atau sebelum menjelajahi kemegahan budaya, kuliner dan sejarah kerajaan." kata Kunni. 

Sementara itu, Zainur, tokoh muda Gunung Sahilan yang juga tim ekobudpar sangat berharap agar sumber air panas ini bisa menjadi salah satu objek wisata alam di Gunung Sahilan nantinya. 

"Saya siap mengantar tamu ke lokasi dengan motor. Itu baru Saya. Kalau banyak tamunya, banyak pula yang mengantarkan. Kan terbuka lapangan pekerjaan dan bertambah sumber pendapatan bagi masyarakat," katanya pula. 

Tim ekobudpar meninggalkan lokasi setelah makan siang bersama di tengah rimba dengan bekal atau bontot yang dibawa dari rumah masing-masing. Mereka sampai ke desa menjelang petang setelah berhenti beberapa kali memasang plank penunjuk arah menuju lokasi sumber air panas.(*)