Seniman Tanyakan Ranperda Pemajuan Kebudayaan, Kadisbud: "Kami Sudah Sosialisasikan dan Lanjut Uji Publik"

Senin, 12 Juni 2023

Seniman dan Budayawan Riau saat membentuk GPKR sekaligus mendiskusikan Ranperda Pemajuan Kebudayaan di Riau beberapa waktu lalu. FOTO SUNTING

PEKANBARU (Sunting.Co.Id) - Melihat lambatnya upaya dalam menindaklanjuti Undang Undang Pemajuan Kebudayaan No 5 tahun 2017, segenap seniman dan budayawan Riau membentuk Gerakan Pemajuan Kebudayaan Riau (GPKR) untuk mendorong percepatan upaya pemajuan kebudayaan tersebut, salah satunya dengan lahirnya Perda Pemajuan Kebudayaan di Riau. 

GPKR kemudian mendesak Gubernur Riau  untuk membuka ruang partsipasi bermakna dalam proses pembahasan kebijakan pemajuan kebudayaan di 
Riau, salah satunya membuka dan menyebarluaskan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pemajuan Kebudayaan Melayu Riau dan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan Melayu Riau. 

Dari catatan GPKR, UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan mengamanatkan Pemerintah Daerah menyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) sebagai bagian dari Strategi Kebudayaan Nasional. 

Meskipun informasi bahwa Pemerintah Provinsi Riau telah memiliki Ranperda Pemajuan Kebudayaan Melayu Riau dan Rancangan Induk Pemajuan Kebudayaan Melayu Riau 2019-2023, namun pelibatan publik secara bermakna tidak dibuka ruangnya oleh Gubernur Riau. 

"Termasuk Gubernur Syamsuar yang berkomitmen memajukan kebudayaan Melayu Riau," ujar Benie Riaw, 
seniman yang mengkoordinir GPKR. 

Pelibatan masyarakat dalam upaya memajukan kebudayaan juga menjadi mandat Undang-undang Pemajuan Kebudayaan sebagai bagian dari strategi pemajuan kebudayaan. Pasal 44, poin H, I, dan J Undang Undang Pemajuan Kebudayaan (UUPK) menyebutkan Pemerintah Daerah bertugas: membentuk 
mekanisme pelibatan masyarakat dalam Pemajuan Kebudayaan; mendorong peran aktif dan inisiatif masyarakat dalam Pemajuan Kebudayaan; dan menghidupkan serta menjaga ekosistem Kebudayaan yang berkelanjutan. 

“Perancangan Pemajuan Kebudayaan di Riau, termasuk PPKD Provinsi Riau dapat 
dianggap tidak sah apabila tidak melibatkan masyarakat dalam proses penyusunannya," tambah Benie 
Riaw. 

Hal Senada juga diungkapkan Kunni Masrohanti  seniman Riau. 

“Dalam proses perkembangan Ranperda dan Rancangan Induk Pemajuan Kebudayaan Melayu, kami minta Pemprov Riau lebih melibatkan masyarakat terdampak maupun yang mempunyai kepentingan sebagai wujud partisipasi bermakna karena Kebudayaan Provinsi Riau bersumber pada kehidupan masyarakat adat dan ruang ekologis. Maka yang terdampak tentu saja masyarakat adat, ruang ekologis serta seniman dan budayawan," kata Kunni. 

Mekanisme pelibatan masyarakat dalam penyusunan perundang-undangan tidak hanya termaktub dalam UU Pemajuan Kebudayaan. Putusan MK No 91/PUU-XVIII/2020 salah satu pertimbangannya 
Pemerintah perlu memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) dilakukan secara tertib dan bertanggung jawab dengan memenuhi tiga prasyarat: hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan 
(right to be explained). 

Pasal 96 ayat 1, 2 dan 3 UU No 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebut masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan/tertulis dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan. 

Pemberian masukan masyarakat dilakukan secara daring atau luring. Masyarakat merupakan orang perseorangan atau kelompok orang yang terdampak langsung dan/atau mempunyai kepentingan atas materi rancangan peraturan perundang-undangan. 

“Yang dimaksud dengan "sekelompok orang" adalah kelompok/organisasi masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat yang terdaftar di 
kementerian berwenang, masyarakat hukum adat, dan penyandang disabilitas”, ujar Fachri Yasin menegaskan pentingnya Undang Undang ini. 

Paska putusan MK, terbit UU No 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada 16 Juni 2022. Undang-undang ini memperjelas "asas keterbukaan" yang bermakna pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, termasuk pemantauan dan peninjauan memberikan akses kepada publik yang mempunyai kepentingan 
dan terdampak langsung untuk mendapatkan informasi dan/atau memberikan masukan pada setiap 
tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang dilakukan secara lisan dan/atau tertulis dengan cara daring (dalam jaringan) dan/atau luring (luar jaringan). 

Koordinator Jikalahari, Made Ali mengatakan, advokasi GPKR dalam upaya implementasi UU Pemajuan 
Kebudayaan di Riau sejalan dengan advokasi Undang Undang Provinsi Riau yang diperjuangkan Alm Datuk Seri al Azhar bersama aktivis dan pelaku seni budaya di Riau. Terbitnya UU No 19 Tahun 2022 tentang Provinsi Riau dalam Pasal 5 menyebut Propinsi Riau memiliki karakteristik: 
Pertama, kewilayahan dengan ciri geografis utama kawasan gambut, daerah aliran sungai, pesisir dan 
pantai, kawasan daratan tinggi berupa perbukitan, kawasan taman nasional, kawasan lindung dan konservasi serta kawasan kepulauan. Kedua, Potensi sumberdaya alam berupa kelautan dan perikanan, pertanian terutama perkebunan, kehutanan, pertambangan, energi dan sumberdaya mineral, serta potensi pariwisata dan industri pengolahan. 

Ketiga, adat dan budaya melayu Riau terdiri dari keragaman suku, kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukkan karakter relijius dan berbudaya sekaligus menjunjung tinggi adat istiadat masyarakat dan kelestarian lingkungan. 

“Melihat komitmen pemerintah terhadap kondisi ekologi dan kebudayaan di Riau hari ini, sinkronisasi dan implementasi UU Provinsi Riau dan UU Pemajuan Kebudayaan menjadi mendesak implementasinya sebagai amanat perjuangan Datuk Seri Al Azhar yang harus terus dilanjutkan. Dan ini harus dikawal 
dengan ketat,"ujar Made Ali, aktivis lingkungan yang turut dalam tim revisi UU Provinsi Riau. 

“Didasari gejala di atas, Gerakan Pemajuan Kebudayaan Riau mendesak Pemerintah Provinsi Riau membuka ruang partisipasi publik secara bermakna dengan melibatkan entitas kebudayaan, ruang 
ekologis dan masyarakat adat sebagai wujud implementasi UU Provinsi Riau dan UU Pemajuan Kebudayaan,"tegas Made Ali bersama Benie Riaw, Kunni Masrohanti, Fachri Yasin dan tim GPKR. 

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Riau, Yoserizal Zein bersama tim Ranperda Pemajuan.Kebudayaan Melayu Riau telah menyusun Ranperda dan selanjutnya akan menjadi Perda. Renperda yang sudah sampai ke tangan Kemendagri tersebut disosialisasikan kepada segenap seniman, budayawan dan aktivis serta pelaku budaya Riau, Selasa 6 Juni lalu di Gedung Olah Seni Taman Budaya Riau. 

"Kami sudah beberkan dan sosialisasikan Ranperda Pemajuan Kebudayaan minggu lalu. Kita undang teman-teman seniman, budayawan dan pelaku budaya untuk memberikan masukan. Kami perlu masukan untuk penyempurnaan Ranperda ini. Karena kami sadar keterbatasan dan kekurangan kami. Nanti juga ada uji publik untuk Ranperda ini," katanya saat dikonfirmasi, Senin (12/6/2023). 

Hadir dalam kegiatan sosialisasi Ranperda Selasa 6 Juni 2023, tim penyusunan draft Ranperda Elmustian Rhman dan Dr M Ihsan. Di antara seniman budayawan yang hadir yakni, Prof Dr Junaidi sekaligus Rektor Unilak, Aris Abeba, Mosthamir Thalib, Fakhrunnas MA Jabbar, Taufik Hidayat Ketua DKR, Hang Kafrawi, drh Chaidir, Salman dan masih banyak lainnya. 

Hadir juga sekaligus memberikan saran dan masukan Kunni Masrohanti, Fedli Aziz, Zuarman Ahmad, Fachri Yasin dan beberapa lainnya.(rls/*)